Jumat, 11 Maret 2011

ULKUS PEPTIKUM DENGAN MELENA


PENDAHULUAN

I. PENGERTIAN

Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002. hal.1064).

Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl (Hadi Sujono. 2002. hal.204).

II.  ANATOMI DAN FISIOLOGI YANG TERKAIT




 Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.

Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit 
 (Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

III.      ETIOLOGI
Etiologi dari ulkus peptikum, antara lain:
1.      Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
2.      Golongan darah.
3.      Susunan saraf pusat
4.      Inflamasi bacterial
5.      Inflamasi non bacterial
6.      Infark
7.      Factor hormonal
8.      Tukak peptic akibat obat-obatan
9.      Herideter
10.  Berhubungan dengan penyakit lain ( hernia diafragmatika, sirosis hati) (Hadi Sujono. 2002. hal.206-212).

IV.      PATOFISIOLOGI

Jaringan tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam  hidroklorida)   
Erosi  peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin
Penurunan pertahan normal dari mukosa
Peningkatan sekresi asam hidroklorida
Kelemahan barier mukosa lambung          
Ulcuc stress
Melena
(Price Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 2006)

V.      TANDA DAN GEJALA 
Tanda dan gejala ulkus peptikum, antara lain:
1.      Melena
2.      Nyeri
3.      Pirosis (nyeri ulu hati)
4.      Nafsu makan menurun
5.      Mual dan muntah
6.      Konstipasi (Hadi Sujono. 2002. hal.221).

VI      KOMPLIKASI
Ulkus peptikum dapat menimbulkan komplikasi berikut:
1.      Hemoragi – gastrointestinal atas
2.      Perporasi
3.      Penetrasi
4.      Obstruksi pilorik (obtruksi jalan keluar lambung)  ( Suddarth & Brunner. 2002. hal.1072).

VII     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.      Tes stimulasi asam lambung, histamine atau pentalgastrin diberikan secara subkutan untuk merangsang sekresi lambung. Yang paling penting didapat informasinya adalah kemampuan mukosa untuk mengsekresi asam hidroklorida.
2.      Analisa lambung, memberikan arti perkiraan aktivitas sekretorius.
3.      Tes darah rutin (Hb, HCT, AL, hitung jenis leokosit, AT, AE).
4.      Enema barium, untuk mendeteksi adanya polip, tumor dan lesi lain dari usus besar.
5.      Enteroskofi usus halus, observasi langsung terhadap dinding usus halus.
6.      USG, untuk mengetahui ukuran dan konfigurasi struktur abdomen.
7.      MRI, untuk membantu menghilangkan artifak gerakan fisiologis.
8.      Tes manometri, untuk mengevaluasi fungsi bagian saluran GI serta responnya pada intervensi terapeutik.
9.      EEG, untuk mendeteksi sinyal elektrik yang ditimbulkan oleh 2/3 distal lambung.
10.  Tes feses, mencakup jumlah, konsistensi dan warnanya. 

Untuk melena darah keluar dalam jumlah cukup kedalam saluran GI atas, darah menghasilkan warna hitam seperti ter (melena). Darah yang masuk bagian bawah GI atau melewati saluran GI dengan cepat tampak merah terang atau gelap ( Suddarth & Brunner. 2002. hal.1067).

VIII    PENATALAKSANAAN MEDIK
1.      Penurunan stress dan istirahat. Penurunan stress lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan intervensi fisik dan mental pada pihak pasien dan bantuan serta kerjasama anggota keluarga dan orang terdekat.
2.      Penghentian merokok, penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas kedalam duodenum.
3.      Modifikasi diet, hal ini untuk menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI.
4.      Obat-obatan. Obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus mencakup antagonis reseptor histamine yang menurunkan sekresi asam lambung, inhibitor pompa protor, NSAID. ( Suddarth & Brunner. 2002. hal.1067-1069).
5.      Terapi pembedahan, ada 2 macam tindakan pembedahan, yaitu gastrektomi dan vagotomi. (Hadi Sujono. 2002. hal.206-246-247).

IX.   PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat pasien bertindak sebagai dasar yang penting untuk didiagnosis. Pasien diminta untuk menggambarkan nyeri yang metode yang digunakan untuk menghilangkannya. Nyeri ulkus peptikum biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar atau menggerogoti dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan. Pasien biasanya mengatakan bahwa nyeri dihilangkan dengan menggunakan antasida, makan-makanan atau dengan muntah. Pasien ditanya kapan muntah terjadi.

Bila terjadi, seberapa banyak? Apakah muntahan merah terang atau seperti warna kopi? Apakah pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah? Selama pengambilan riwayat, perawat meminta pasien untuk menuliskan masukan makanan, biasanya selama periode 72 jam dan memasukkan semua kebiasaan makan. Tingkat ketegangan pasien atau kegugupan dikaji. Apakah pasien merokok? Bila iya, seberapa banyak, bagaimana pasien mengekspresikan marah? Adakah stress pekerjaan atau adakan masalah dengan keluarga? Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus? Tanda vital dikaji dan feses diperiksa terhadap darah samara. Pemeriksaan fisik dilakukan dan abdomen dipalpasi untuk melokalisasi nyeri tekan.   ( Suddarth & Brunner. 2002. hal.1072).

X      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri berhubungan dengan efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak.
2.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan melena.
3.      Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas tubuh.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
5.      Ansietas berhubungan dengan koping yang tidak efektif.
6.      Kurang pengetahuan tentang pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan dengan kurangnya informasi. (Doenges. Marilynn E dkk. 2002)

XI.      INTERVENSI DAN RASIONAL
1.      Nyeri berhubungan dengan efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak.
Tujuan : mengurangi dan menghilangkan nyeri.


Intervensi : Observasi vital sign dan komunikasi non verbal klien
                  Rasional : Sebagai data subyektif dan data obyektif dalam penentuan intervensi              selanjutnya.
Intervensi : Pertahankan tirah baring selama pasien nyeri berlangsung.
Rasional : Posisi yang nyaman memungkinkan untuk menurunkan tingkat nyeri.

Intervensi : Anjurkan pasien untuk menghindari makanan atau minuman yang mengiritasi lapisan lambung: kapein dan alcohol.
Rasional : Makanan atau miniman yang mengandung kapein dapat merangsang sekresi asam hidroklorida.

Intervensi : Kolaborasi dengan dokter mengenai obat analgetik yang diberikan kepada pasien.
Rasional : Tindakan kolaboratif dalam penurunan nyeri.

2.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan melena
Tujuan : untuk memberikan cairan yang adekuat pada pasien.


Intervensi :   Obsevasi turgor kulit dan intake output cairan.
Rasional : Untuk menentukan tindakan alternative selanjutnya.

Intervensi : berikan jadwal minum sedikit tapi sering.
Rasional : untuk mengurangi dorongan yang kuat sehingga memperberat ulkus.

Intervensi : ajarkan klien tentang manfaat minum air putih.
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan kesadaran klien.

Intervensi : kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV.
Rasional : tindakan kolaboratif dalam meningkatkan volume cairan.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : mendapatkan tingkat nutrisi optimal.

Intervensi : obsevasi frekuensi warna dan isi muntahan.
Rasional : Untuk menentukan tindakan alternative selanjutnya.

Intervensi : dorong makan makanan pada lingkungan yang rileks.
Rasional : menurunkan ansietas membantu menurunkan sekresi asam hidroklorida.

Intervensi : anjurkan makan makanan yang tidak mengiritasi lambung.
Rasional : mengurangi nyeri efigastrik

Intervensi : kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet seimbang.
Rasional : tindakan kolaboratif untuk meningkatkan nutrisi.


DAFTAR PUSTAKA
Doenges. Marilynn E dkk. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta.
Ganong Wiliam F. 2003. Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.
Hadi Sujono. 2002. Gastroenterologi. P.T Alumni : Bandung.
Suddarth & Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. EGC : Jakarta.
Price Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. EGC : Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KANKER PARU YANG DILAKUKAN PEMBEDAHAN ( Suplemen)


Tanda/gejala yang perlu diwaspadai adanya kanker paru :

1.        Perubahan pola bernafas
2.        Batuk terus – menerus/batuk persistent
3.        Sputum campur darah
4.        Sputum purulent atau berwarna seperti besi berkarat
5.        Hemoptysis
6.        Nyeri dada atau dada sesak
7.        Nyeri pada bahu, lengan atau pada dinding dada
8.        Pleural effusion, pneumonia atau bronchitis kumat-kumatan
9.        Dyspnea
10.     Hoarseness ( suara serak )
11.     Demam berkaitan dengan satu atau lebih tanda diatas.


Penatalaksanaan medis pada kanker paru salah satunya adalah pembedahan dengan resectional surgery. Macam – macam resectional surgery adalah :

Ì    Exploratory thoracotomy
Ì    Pneumonectomy ( mengangkat paru )
Ì    Lobectomy ( mengangkat lobus paru )
Ì    Segmental resection/segmentectomy ( mengangkat satu/lebih segmen paru )
Ì    Thoracoplasty ( mengangkat tulang iga )
Ì    Decorticatie ( mengeluarkan cairan fibrinnous dari pleura visceral )

Preoperative care :

1.        Pemeriksaan Radiologi :
2.        Chest X- ray ( AP-Lat )
3.        Laminogram
4.        CT scanning
5.        Bronchoscopy
6.        Test fungsi paru
7.        Pengajaran ( prosedur, anaestesi, rasa nyeri, batuk efektif, nafas dalam, ambulasi, latihan gerak pada lengan, dll )

Pengkajian :
Data subyektif

1.    Onset & durasi gejala dan tanda – tanda
2.    Pemahaman pasien dirawat : untuk diagnostic atau pembedahan atau chemotherapy atau radiotherapie.
3.    Bagaimana status kesehatan klien baik sudah terdiagnose ataupun kemungkinan kanker ( suspect )
4.    Riwayat merokok ( jumlah, lamanya, jenis rokok )
5.    Riwayat terpapar asbes atau zat carcinogenic lainnya.

Data obyektif
1.    Adanya batuk : produktif sputum atau tidak
2.    Darah pada sputum
3.    Hemoptysis
4.    Nafas pendek ketika berbicara
5.    Auskultasi : unilateral wheezing

Analisa Data : Diagnose Keperawatan

Masalah Keperawatan
Kemungkinan Etiologi
Kecemasan
ancaman mati, ancaman peru bahan status kesehatan atau status sos-ek, atau peran dan fungsi di lingkungannya.
Gangguan pertukaran gas.
Gangguan ventilasi / perfusi.
Nyeri
nyeri dada pleuritic
Kurang pengetahuan : ttg penyakit & pengo –batan.
Kurang terbuka / tidak kenal sumber – sumber informasi.
Inefektif bersihan jalan nafas.
Penurunan energi / fatigue
Risiko tinggi sindrom “ disuse “ ( tak bergu-na lagi ).
pembedahan pada dada.
Gangguan integritas jaringan ( kulit )
Insisi pembedahan.

Perencanaan  : Tujuan pasien yang diharapkan pada klien yang dilakukan resectie antara lain :

1.        Pasien dapat melakukan koping terhadap kecemasannya
2.        Pertukaran gas dalam batas normal sesuai gas arteri
3.        Nyeri post operatif dapat dikontrol dengan obat – obat
4.        Pasien dapat mempertahankan patensi jalan nafas
5.        Pasien mampu melakukan pergerakan lengan dengan gerakan yang normal
6.        Luka insisi dapat sembuh baik
7.        Pasien dapat menjelaskan hal – hal seperti berikut :
a.        Menjelaskan hal yang berkaitan perubahan ADL ( aktivitas yang lazim, latihan-latihan )
b.        Menjelaskan perubahan gaya hidup
c.        Penggunaan obat : macam, dosis, kerja obat, efek samping
d.        Menjelaskan sumber – sumber profesional, lembaga pelayanan kesehatan di masyarakat yang dapat memberikan pertolongan segera bila ada masalah dengan kondisi kesehatannya.
e.        Menjelaskan tindak lanjut dari pengobatan dan perawatannya.

 Implementasi
* Membantu tujuan therapi :
1.    Mempertahankan drainase & merawat tube :
a.    Beri tanda pada botol dengan plester agar jumlah drainase dapat mudah diketahui. Tuliskan tanggal dan jam pada plester terebut.
b.    Ikat pipa pada sisi TT sehingga tidak menggantung, à jika pipa/tube menggantung cairan akan terkumpul dan mengganggu pengeluaran udara/cairan dari ruang pleura.
c.    Pastikan ujung pipa 1 - 2 cm tetap berada dibawah permukaan air
d.    Periksa tangkai kaca dalam botol tetap ada undulasi, Jika tidak ada:
01. Kemungkinan Tube tertindih pasien
02. Periksa konektor kemungkinan adanya sumbatan
03. Anjurkan pasien supaya batuk atau berubah posisi untuk melihat adanya undulasi kembali
04. Undulasi akan berhenti apabila paru sudah mengembang kembali. Panggil dokter ( ahli bedah ) jika pipa tidak kunjung paten.

Kamis, 10 Maret 2011

ULKUS KORNEA


PENGERTIAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. (Ilyas, Sidarta. ILMU PENYAKIT MATA. 2004. Jakarta: FKUI)
Ulkus kornea merupakan nekrosa pada jaringan kornea akibat trauma (radang dapat dipermukaan atau mmenyusup ke jaringan yang lebih dalam). (Long, Barbarac. PERAWATAN MEDIKAL BEDAH. 1996. Bandung: IAPK Pajajaran)
Hipopion: akumulasi pus dalam COA. (kamus kedokteran, GITA MEDIKA PRESS)

ANATOMI FISIOLOGI


Bagian mata:
  • Meliputi bola mata(bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak, merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbus okuli dengan otak dan merupakan bagian penting dari pada organ Visus.
  • Turika okuli: kornea dan sclera
  • Tunika vaskulosa: korioid, korpus siliaris, iris dan pupil.
  • Tunika nervosa: merupakan bagian terdalam bola mata disebut retina. 3 bagian retina adalah:
Pers optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai didepan khatulistiwa bola mata.
Pars siliaris merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliaris.
Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.

ETIOLOGI
  • Bakteri
  • Jamur
  •  Simplek
  • Proses peradangan dan inflasi
  •  Acanthamoeba (biasanya berasal dari cairan pencuci lensa kontak)
  • Defisiensi vitamin A
  • Logostalmus akibat parese saraf ke VIII, lesi saraf ke III atau neurotrofik dan ulkus mooren.
  • Dikenal 2 bentuk ulkus kornea yaitu sentral dan perifer (marginal). Etiologi ulkus perifer: reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi.

TANDA DAN GEJALA
  • Nyeri dan kejang kelopak mata, dapat dilihat dengan pemeriksaan fluorecein (zat warna yang bisa menimbulkan pijaran) .
  • Mata merah
  • Foto fobia
  • Penglihatan menurun
  • Pada pemeriksaan terlihat kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel.
  • Dapat disertai penipisan kornea, hipopion, sinekia posterior, dll.
  •  Bila disebabkan jamur, maka infiltrate akan berwarna abu – abu dikelilingi infiltrate halus di sekitar (fenomena satelit).

 PATOFISIOLOGI

TRAUMA : Kerusakan epitel kornea

Cacat kornea, mudah terjadi invasi bakteri kedalam kornea

Nyeri mata dan kelopak, silau, lakrimasi, penglihatan menurun.

Kekeruhan kornea disentral (ulkus berbatasan pada sisi-sisi paling aktif disertai infiltrate berwarna kekuning-kuningan yang mudah pecah)



 
 

Pembentukan ulkus



 

Menyebar dipermukaan kornea  merambat lebih dalam



 

Perforasi kornea
Hipopion
(akibat rangsangan toksin)


 PEMERIKSAAN PENUNJANG

  • EKG
  • Pemeriksaan darah
  • Pemeriksaan menggunakan snallen dan lapang penglihatan
  • Pengukuran tonografi / tonometer
  • Pemeriksaan oftalmoskopi
  • Vital sign

PENATALAKSANAAN

Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika dan mengurangi radang dengan steroid. Penatalaksanaan ulkus kornea secara umum adalah sebagai berikut:
  • Tidak boleh dibebat, karena akan menaikan suhu sehingga akan berfungsi sebagai incubator.
  • Secret yang terbentuk dibersihkan 4 x sehari.
  • Diperhatikan kemungkinan terjadinya gloukoma sekunder.
  • Debridement sangat membantu penyembuhan.Diberikan antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi local kecuali keadaan berat / gawat.
  • Pada ulkus kornea berat disertai hipopion dapat dilakukan penyedotan. Selain itu dimungkinkantindakan pembedahan atau keratoplasty apabila;
  • Dengan pengobatan tidak sembuh
  • Terjadinya jaringan perut yang mengganggu penglihatan.
(Mansjoer, Arif dkk. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. 2001. Jakarta: MEDIA AESCULAPLUS FKUI).

KOMPLIKASI

  1. Glukoma sekunder
  2. Kebutaan
  3. Abses kornea
  4. Ulkus Atero matosis (sikatrik pada kornea terinfeksi setelah pembedahan)
  5. keratomikosis (efek samping antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat)

PENGKAJIAN

1.      Aktifitas istirahat
Gejala : perubahan aktifitas sehubungan dengan gangguan penglihatan
Gangguan istirahat karena nyeri dan ketidaknyamanan.
2.      Intregitas ego
Kecemasan tentang status kesehatan  dan tindakan pengobatan.
3.      Neurosensor
Gejala: gangguan penglihatan, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap tentang penglihatan perifer dan lakrimasi.
Tanda: kornea keruh, iris, dan pupil tidak kelihatan serta peningkatan air mata.
4.      Keamanan
Terjadi trauma karena penurunan penglihatan.
5.      Nyeri
Gejala;: ketidak nyamanan ringan, mata berair dan merak, myeri berat disertai tekanan pada sekitar bola mata dan menyebabkan sakit kepala.
6.      Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glukoma, DM, gangguan sustem vaskuler, riwayat stress, alergi, ketidak seimbangan endokrin, terpajan pada radiasi,polusi, steroid.
7.      Rencana pemulangan
Memerlukan bantuan tranportasi, penyediaan makanan, perawatan diri, pemeliharaan rumah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Nyeri berhubungan dengan  edema kornea (akumulasi pus).
2.      Resti penyebaran infeksi kemata yamg sehat berhubungan kurang pengetahuan.
3.      Kurang pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan salah interprestasi infofmasi.
4.      Gangguan sensori berhubungan dengan dengan gangguan penerimaan sensori.
5.      Ansietas berhubungan dengan tindakan pengobatan, pembedahan.
6.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan sensori perceptual.
7.      Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori. 

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. ILMU PENYAKIT MATA. 2004. Jakarta: FKUI
Long, Barbarac. PERAWATAN MEDIKAL BEDAH. 1996. Bandung: IAPK Pajajaran) Mansjoer, Arif dkk. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. 2001. Jakarta: MEDIA AESCULAPLUS FKUI
kamus kedokteran, GITA MEDIKA PRESS)